Produksi Padi Jember Meningkat 40 ribu ton

Jember – Selama dua tahun terakhir ini, produksi padi Jember mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Sehingga menurut Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Jember, Ir. Harry Widjayadi, peningkatan produksi tersebut sebagai wujud adanya kegairahan petani untuk mengembangkan tanaman pangan padi. Dengan begitu, target produksi yang dipatok sebesar 900 ribu ton pada tahun 2010 diprediksi bisa terealisasi sebelum jatuh tempo.

Harry mengatakan, peningkatan produksi padi tahun 2007-2008 cukup signifikan. Peningkatannya mencapai 40.696 ton, dengan angka perkiraan akumulasi sebesar 814.482 ton pada tahun 2008. “Dengan peningkatan yang cukup mengembirakan itu berarti target 900 ribu ton pada tahun 2010 nanti bisa terealisasi,” katanya.

Peningkatan jumlah produksi itu, tentunya diikuti oleh penambahan luas panen dan tambah tanam dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006, katanya, luas panen yang mampu diambil petani sebesar 140.184 hektar, lalu berturut-turut bertambah pada tahun 2007 dan 2008 sejumlah 141.066 dan 143.597 hektar. “Tentunya peningkatan jumlah produksi diikuti juga dengan meningkatnya luas areal tanam,” tandasnya.

Keberhasilan semacam ini merupakan potret dari usaha petani Jember dalam menggeluti usaha taninya. Selain itu, sebagai indikasi yang menunjukkan bahwa para petani memang memiliki gairah dalam menanam padi lantaran didukung oleh beberapa hal. Misalnya, membaiknya harga gabah, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan pemasarannya.

Harga gabah yang meningkat hanyalah satu sisi pendukung minat petani. Pada sisi lain, bertambah baiknya saluran irigasi ke sawah-sawah, ujarnya, menjadi bagian penting dalam proses produksi. “Untuk persediaan air selama 2 tahun terakhir tahun tidak ada masalah. Karena sudah mulai membaiknya irigasi pengairan ke sawah-sawah petani,” ujarnya.

Meski begitu, dalam menghadapi tahun 2009, lanjutnya, petani harus bersiap diri lebih baik lagi. Pasalnya, ada beberapa hal yang dimungkinkan menjadi kendala produksi tanaman pangan tersebut. Sebut saja masalah pupuk, hama penyakit, dan curah hujan yang terlalu maju sebagai akibat perubahan iklim (global warming).

“Yang menjadi permasalahan tahunan biasanya memang masalah pupuk,” terangnya. Lantaran, pada tahun ini jumlah pupuk bersubsidi yang dialokasikan oleh Pemerintah Pusat melalui Gubernur Jatim tidak jauh beda dengan tahun sebelumnya. Dengan demikian, petani petani perlu lebih cerdas dalam memanfaatkan pupuk organic sebagai pendamping pupuk kimiawi.

Sementara soal musim yang mengalami kecenderungan untuk maju. Harry mengatakan, perlu disikapi oleh petani dengan bijaksana karena hal tersebut sebagai imbas dari fenomena alam yang sedang terjadi. “Untuk menyikapi global warming ini petani harus mampu mengambil keputusan dengan baik. Soalnya musim bisa jadi berganti irama, contohnya bertambahnya durasi musim hujan, atau semakin majunya musim hujan. Sehingga hal itu akan merubah kebiasaan tanam petani,” paparnya. (RI-1)

Tidak ada komentar:

Kotak Surat

Nama
E-mail
Pesan