Palsu Kontrak Bankum, Mujoko Dilaporkan ke Polwil

Jember – Bebasnya terdakwa Djoewito ternyata tidak membuat LSM Jember patah semangat dalam mengungkap kasus dugaan korupsi dana bantuan hukum (Bankum). Sejumlah LSM seperti Gempar, Sakera, Media Centre, IBW, Elpamas, Gebrak, Gertak dan beberapa tokoh masyarakat seperti Mbah Slamet Adinoto, KH Syaiful Ridjal, membentuk tim investigasi dan menemukan sejumlah data akurat.

Dimana dasar pengeluaran dana bankum sebanyak hampir Rp. 1 miliar di tahun 2005 dan awal 2006 untuk DPRD Jember diduga kuat palsu. Untuk itu aliansi LSM anti korupsi tersebut melaporkan dugaan pemalsuan tersebut ke Polwil Besuki.
Sesuai data yang ada Kabag Hukum Pemkab Jember, Mudjoko SH baru menjabat sebagai Kabag Hukum pada tanggal 1 Agustus 2005. Hal ini terungkap pada Keputusan Bupati Jember nomor 821.2/29/436.45/2005 tanggal 1 Agustus 2005 yang ditandatangani oleh Pj. Bupati Jember, Drs. Sjahrasad Masdar MA. Dan sebelum tanggal tersebut posisi Kabag Hukum sedang dijabat oleh Mukhair Zauhari SH. Dan selama bulan Juni dan Juli 2005 Mukhair masih bertugas sebagai Kabag Hukum dan tidak berhalangan tetap. Sehingga surat menyurat tetap ditanganinya bukan stafnya Mudjoko SH.
Baru setelah Mukhair dipindah, posisi Kabag Hukum diisi Mudjoko SH dan dilantik oleh Pj. Bupati Jember, Sjahrasad Masdar MA pada tanggal 1 Agustus 2005. Namun ternyata untuk meloloskan dana bankum Mudjoko diduga berani memalsu kontrak dengan menandatanganinya sebagai Kabag Hukum pada tanggal 8 Juni 2005.
“Ini harus diusut tuntas, karena mula awalnya dana bankum keluar ya kontrak itu, kalau kontraknya palsu berarti uang yang dipakai ya tidak sah, dan sudah seharusnya, sekda dihukum juga,” tegas Ketua Sakera, HM. FR. Maryatmo di halaman Mapolwil Besuki.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua IBW, Sudarsono, menurutnya dalam kasus bankum ada dua kasus, pidana biasa yakni dugaan pemalsuan dan pidana korupsi karena penggunaan anggaran yang merugikan negara. “Kalau merugikan negara sudah dibuktikan oleh audit BPKP, dan pidana biasanya pemalsuan surat kita minta Polwil serius tangani,” tegasnya.
Beberapa lembar surat perjanjian pengurusan perkara ditandatangani Mudjoko pada tanggal 8 Juni 2005 sebagai Kabag Hukum. Pada surat perjanjian tersebut dengan tegas dinyatakan sebagai pihak pertama yakni Mudjoko SH, MH sebagai Kabag Hukum Pemkab Jember dan pihak kedua Nurul Herlina SH sebagai advokat yang beralamat di jalan Wahid Hasyim XV/176 Jember.
Puluhan lembar surat perjanjian yang berhasil dihimpun rata-rata tertanggal 8 Juni 2005 dan 20 Juli 2005. Salah satunya perjanjian pengurusan perkara untuk Nopol : LP/123/VI/2005/Biro Ops. Tanggal 10 Mei 2005 dengan surat panggilan Nopol SPG/2692/VI/2005/Reskrim. Dimana surat perjanjian ini dibuat setelah Ketua DPRD Jember, HM Madini Farouq dipanggil oleh Polda Jatim atas dugaan korupsi yang dilakukan oleh pimpinan DPRD Jember tahun annggaran 2004.
Pada pasal 7 dalam surat perjanjian tersebut disebutkan bahwa pihak pertama (Kabag Hukum) berkewajiban membayar honorarium lawyer pihak kedua tahap pertama atas perkara tersebut dalam pasal 1 sebesar Rp. 100 juta. Yang kemudian ditindaklanjuti dengan pembuktian kwitansi bermeterai Rp. 6.000,- ditandatangani oleh Nurul Herlina.
Demikian juga dengan puluhan lembar perjanjian kontrak lain. “Semua uang dari bagian hukum keluarnya didahului oleh kontrak perjanjian pengurusan perkara tersebut, kalau surat kontraknya palsu berarti uangnya juga tidak sah pemakaiannya,” imbuh Ketua LSM Gempar, Ansori.
Dan semua data ini sudah dimiliki oleh jaksa dan majelis hakim karena sudah menjadi satu kesatuan dan dibendel dalam Berkas Acara Pidana (BAP) kasus korupsi dana bankum dengan terdakwa Djoewito. “Kalau hakim belum faham juga berarti memang IQ hakim yang mengadili Djoewito itu dibawah rata-rata, sehingga masyarakat harus memakluminya jika dalam memberi keputusan hakim selalu jauh dari harapan masyarakat,” imbuh Teguh, Keta LSM Media Centre. (RI-1)

Selengkapnya...

Kotak Surat

Nama
E-mail
Pesan