Sulitnya Mencari Kalimat Dirgahayu RI di Jember

oleh D. Heru Nugroho

Memprihatinkan, ini kalimat yang dianggap layak untuk diungkapkan melihat kondisi Kabupaten Jember selama 2 (dua) tahun terakhir. Kata satu itu (memprihatinkan) selama dua tahun terakhir sering terucap dari masyarakat awam, nasionalis dan veteran bahkan akademisi di kota Tembakau, Jember.

Dari sekian kelompok masyarakat yang menyampaikan kalimat prihatin tersebut terbanyak dari kalangan veteran pejuang dan nasionalis. Mayoritas kalangan tersebut tidak lagi merasakan adanya peringatan HUT RI ke-62 dan 63 lagi.

Meski suasana kota kabupaten Jember nampak meriah dengan berbagai event perlombaan, pertunjukkan namun semua itu tidak bisa mengobati rasa keprihatinan mereka, justru semakin menambah rasa keprihatinan menjadi mendalam.

Bagaimana tidak selama dua tahun (2007 dan 2008) ini setiap bulan Agustus sulit sekali mencari kalimat Dirgahayu RI ke 62 dan atau Dirgahayu RI ke- 63, atau paling tidak HUT RI ke-62 dan atau HUT RI ke-63. Kalimat-kalimat yang menggambarkan ucapan selamat atas hari kemerdekaan Republik Indonesia (RI) sangat sulit ditemui di kota kabupaten Jember.

Kalaupun boleh diprosentase kalimat-kalimat tersebut, khususnya yang ada di baliho, spanduk, umbul-umbul, pamflet, poster, stiker, bendera, dan hiasan lain selama bulan Agustus, hanya ada tidak lebih dari 1 % dari total keseluruhan yang ada.

99 % lainnya total bertuliskan non ucapan selamat kemerdekaan RI. 99 % kalimat yang tertera pada atribut-atribut baliho, spanduk, umbul-umbul, pamflet, poster, stiker, bendera, dan hiasan lain selama bulan Agustus, semuanya berbunyi Bulan Berkunjung ke Jember (BBJ).

Beraneka ragam kalimat tercantum yang menggambarkan kemeriahan BBJ ke 1 dan BBJ ke 2, diantaranya Selamat dan Sukses BBJ, Halo BBJ, Meriahkan BBJ, Sukseskan BBJ dan masih banyak lagi kalimat-kalimat yang semuanya mencantumkan kata BBJ.

Bahkan di atap Pendapa Wahyawibawagraha, Rumah Dinas Bupati Jember, Pemkab Jember dan kantor-kantor unit kerja di jajaran Pemkab Jember serta kantor pemerintahan lain, yang sebelum tahun 2007 pada bulan Agustus selalu dihiasi dengan hiasan lampu berbunyi kalimat Dirgahayu RI, saat ini tidak lagi ditemukan.

Menginjak tahun ke dua perayaan BBJ di Jember kondisi semakin memprihatinkan. Hampir semua peserta perlombaan, perayaan kegiatan Agustusan, ketika ditanya dapat dipastikan mereka menjawab “sedang merayakan dan memeriahkan BBJ”, bukan HUT RI lagi.

Yang ironis lagi, semua pejabat yang menjadi pemimpin di masing-masing unit kerja jajaran Pemkab Jember dan instansi swasta serta pemerintah lain, berlomba-lomba mencetak atribut perayaan Agustus tanpa kalimat HUT RI lagi, namun BBJ.

Tidak hanya disitu saja, semua himbauan tertib lalu lintas (safety riding) bertuliskan selama BBJ. Sebagai contoh yang ada di beberapa ruas jalan protocol Jember, “Nyalakan Lampu di Siang Hari Selama BBJ”, “Tertib Berlalu Lintas Selama BBJ”, dan seterusnya.

Pertanyaan besar akhirnya muncul, seberapa hebat BBJ hingga bisa mengalahkan gema HUT RI, yang oleh pejuang-pejuang bangsa ini diperoleh dengan pengorbanan yang tidak sedikit. Jutaan nyawa melayang untuk meraih kemerdekaan RI. Dengan hasil perjuangan para pejuanglah masyarakat Indonesia, siapapun dia, bisa menghirup udara dan beraktivitas bebas di negeri sendiri. Tepatnya setelah tanggal 17 Agustus 1945.

Banyak tokoh pejuang, tokoh bangsa ini menyatakan untuk mengisi hasil kemerdekaan RI tersebut, maka Warga Negara Indonesia ini tidak layak untuk menanyakan Apa Yang Diberikan Negara Kepada Saya, tetapi sebaliknya tanyakan pada diri sendiri Apa Yang Sudah Saya Berikan Kepada Bangsa dan Negara Ini.

Sehingga sangat memprihatinkan, apabila kita sebagai Warga Negara Republik Indonesia, yang belum mampu mengisi kemerdekaan dengan baik, ternyata justru sudah berupaya melupakan tonggak sejarah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini.

Jikalau sudah sulit mengucapkan/menyampaikan atau merayakan HUT RI, bagaimana kita sebagai Warga Negara Republik Indonesia bisa dikatakan mempunyai rasa Nasionalisme. Dan bagaimana bisa dikatakan kita mampu mengisi kemerdekaan dengan baik dan sesuai dengan cita-cita para pejuang. Dan bisa berguna bagi Nusa Bangsa dan Negara ini.

Wallahu a‘lamu bis showab.

Memang untuk mengukur nasionalisme seseorang tidak hanya dari satu sisi sudut pandang saja. Karena menurut beberapa pejabat teras di Pemkab Jember yang dikutip dari beberapa media massa, pelaksanaan BBJ bukan bakal menghilangkan nasionalisme atau menutupi perayaan HUT RI selama bulan Agustus.

Namun hanya mengemas perayaan agar supaya lebih meriah lagi. Sayangnya pernyataan tersebut tidak diikuti dengan implementasi yang baik. Kenyataan dilapangan tetap terjadi bahwa gema HUT RI menghilang dan muncul semangat baru dan gema baru yaitu BBJ.

Ya, Bulan Berkunjung ke Jember, yang konon katanya selalu menghabiskan dana puluhan miliar rupiah setiap bulan Agustus, berbeda dengan bulan Agustus-Agustus sebelumnya (sebelum tahun 2007) yang setiap perayaan HUT RI tidak pernah menghabiskan dana miliaran rupiah.

Namun semangat dan antusias masyarakat untuk merayakannya begitu luar biasa. Dan tentu saja sangat meriah tanpa menghabiskan dana miliaran rupiah.

Jika untuk merayakan hari kemerdekaan RI bisa meriah tanpa dana miliaran rupiah. Kenapa harus menyelenggarakan kegiatan yang pada akhirnya bisa membuat nasionalisme kita luntur, dengan miliaran rupiah?
Sekali lagi, Wallahu a’lam bis showab. **)

Tidak ada komentar:

Kotak Surat

Nama
E-mail
Pesan